Tuntut Penyelsaian Banjir Diwarnai Aksi Brutal Pol PP Bandar Lampung

Anggota Pol PP Bandar Lampung Memiting Dan Menekan Kepala Pengunjuk Rasa Ke Aspal (foto : istimewa)

BANDAR LAMPUNG – Unjuk rasa meminta pertanggung jawaban Walikota Bandar Lampung atas bencana banjir yang berulang kali terjadi kembali dilakukan di depan Kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung.

Sejumlah warga Bandar Lampung berunjuk rasa mebawa poster meminta solusi konkret Pemkot Bandar Lampung atas bencana banjir yang kerap terjadi.

Pengunjuk rasa juga menriakan tuntutan tanggungjawab Walikota Bandar Lampung atas dampak banjir yang menimbulkan korban jiwa.

Namun, unjuk rasa tersebut mendapat represi dari anggota Sat Pol PP Kota Bandar Lampung ketika peserta unjuk rasa berusaha memasuki mal pelayanan publik untuk menyampaikan tuntutannya. Peserta unjuk rasa diamankan dengan cara ditekan kepalanya ke aspal.

Derri Nugraha, salah seorang peserta unjuk rasa yang direpresi, saat dihubungi melalui pesan whatsapp (24/4/2025), mengecam keras aksi brutal Sat Pol PP saat mengamankan unjuk rasa yang dilakukannya.

“Mestinya mereka memastikan suara masyarakat tersampaikan, bukan malah melakukan kekerasan,” tegas Derri.

“Hal ini termasuk dalam pelanggaran hak asasi manusia dan UUD 1945, sebab setiap orang bebas menyatakan pendapatnya di muka umum,” tambahnya.

Derri menjelaskan, bahwa unjuk rasa yang dilakukannya bersama sejumlah warga Bandar Lampung lainnya sebenarnya untuk menuntut penyelesaian bencana banjir di Bandar Lampung yang terus berulang.

“Kami menuntut Walikota membuat grand design penanganan banjir di Bandar Lampung yang holistik dengan melibatkan pakar dan ahli di lintas bidang serta melibatkan partisipasi masyarakat terutama mereka yang menjadi korban banjir,” jelasnya.

Derri menambahkan bahwa harus ada pemenuhan hak yang berkeadilan bagi seluruh korban bencana banjir, tidak sekedar bahan pokok, melainkan sandang dan papan yang disesuaikan, serta santutan untuk korban meninggal.

“Kami juga menuntut pemulihan ruang terbuka hijau dan daerah resapan dan menghentikan pembangunan atau rencana pembangunan yang mengeksploitasi alam. Termasuk penertiban bangunan pengusaha- pengusaha yang berada di atas aliran sungai dan drainase,” ujarnya.

“Terakhir, benahi tata kelola sampah dari hulu ke hilir,” tutupnya. (*)

banner 325x300
banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

+ 53 = 59